FRONT PEPERA
PB MENGGELAR SIARAN PERS SIKAPI KONTROVERSI PEMILIHAN MRP JILID II
“Segera Hentikan Berbagai Manufer Kepentingan”, demikian
tema Siaran Pers yang digelar pada
Senin, 17 Januari 2011 oleh Ketua Umum Eksekutif Nasional Front PEPERA PB (Selpius
Bobii) pada jam 11.00 s/d 12.00 WPB di Pendopo Asrama Tunas Harapan Padang
Bulan - Abepura – Jayapura- Papua. “Perekrutan dan Pemilihan MRP yang kini
menjadi kontroversi dilaterbelakangi oleh dua kepentingan besar”, demikian
ungkap Selpius Bobii. “Kepentingan pertama datang dari Negara untuk mengamankan
kepentingan politiknya di Tanah Papua, yakni menjaga keutuhan NKRI; dan
kepentingan ini dilaksankan oleh kekuatan Negara antara lain: BIN, BAIS, BAKIN,
TNI, POLRI dan apparatus pemerintahan dan DRP serta kelompok-kelompok
kepentingan yang mengejar kepentingan ekonomi semata. Dalam mengamankan
kepentingan Negara, apparatus pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan yang
nafsu Jabatan dan kekayaan ini diback up oleh negara dengan dana dan dilengkapi
fasilitas yang memadai. Kelompok kepentingan kategori kedua adalah pejuang
aspirasi murni rakyat bangsa Papua yang dipandang oleh Negara Indonesia serta
kaki tangannya sebagai musuh Negara. Negara memandang mereka menjadi musuh
karena mereka memperjuangkan keadilan dan kebenaran, termasuk hak penentuan
nasib sendiri”, katanya.
Lanjutnnya “Perekrutan dan pemilihan MRP didorong oleh
kelompok-kelompok kepentingan dan pemerintah yang mengamankan kepentingan
politik Jakarta, yakni menjaga keutuhan NKRI dan sebagai balas jasanya tentu
mereka mendapatkan jabatan serta sarana yang memadai. Jika pemilihan MRP dan
berujung pada pelantikan MRP, maka bangsa Papua tidak akan pernah mengakui
keberadaan MRP karena pertama: bangsa Papua dari awal penerapan OTSUS telah
menolak; kedua, pada tanggal 12 Agustus 2011 masyarakat adat Papua (273 suku)
melalui DAP telah mengembalikan OTSUS, juga pada tanggal 18 Juni 2010 di mana
MRP bersama orang asli Papua mengantar hasil musyawarah yang digelar pada tanggal
9 dan 10 Juni 2010 yang disahkan oleh MRP pada tanggal 16 Juni 2010. Jika MRP
tetap dipaksakan dipilih dan dilantik, maka bangsa Papua menganggap MRP itu
illegal karena orang-orang yang duduk di MRP bukan representasi kulturan orang
Papua, akan tetapi representasi kultural ras melayu. Walaupun mereka yang akan
duduk adalah orang Papua berambut keriting dan berkulit hitam, akan tetapi
mereka berwatak ras melayu demi mengamankan kepentingan Negara Indonesia di
tanah Papua dan untuk memperpanjang penindasan. MRP yang sedang dipaksakan
direkrut dan dipilih dalam rangka memperjuangkan hak-hak dasar ras melayu,
bukan untuk memperjuangkan ras Melanesia (etnis Papua), serta mengamankan paket
politik OTSUS Papua. Bangsa Papua menganggap OTSUS, termasuk MRP sudah tidak
ada sejak pengembalian OTSUS pada tahun 2005, tegas Bobii dalam siaran pers
yang dihadiri dan diliput oleh pelbagai media massa.
Berikut ini materi siaran persnya, silahkan membaca
dan tolong disebarkan ke sesama jaringan yang Anda kenal. Salam Pembesan.
EKSEKUTIF NASIONAL
FRONT PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT PAPUA BARAT
(EKNAS FRONT
PEPERA PB)
Sekretariat:
Padang Bulan II – Abepura – Jayapura – Papua
============================== ============================== =================
Press Release
“Segera
Hentikan Berbagai Manufer Kepentingan”
Pemilihan
MRP kini menjadi polemik antara masyarakat dan pemerintah, antara masyarakat
dan juga antara pemerintah. Kontroversi atas perekrutan dan pemilihan MRP
terjadi karena adanya unsur kepentingan. Kepentingan ini dibagikan ke dalam dua
kategori besar; kategori pertama: pengejar
kepentingan Ekonomi dan Politik semata; kategori kedua: pengejar kepentingan murni aspirasi bangsa Papua. Pengejar
kepentingan kategori pertama terdiri oleh kelompok-kelompok kepentingan dan sistem
pemerintah yang diback up oleh
kekuatan Negara. Kelompok kepentingan ini ada yang murni hanya mengejar
kepentingan pribadi, yakni nafsu kekuasaan dan ekonomi semata (kelompok
abu-abu), di mana kelompok ini hanya memanfaatkan fasilitas dan kemudahan dari
Negara hanya untuk memperkaya diri, keluarga dan golongan semata; ada pula yang
mempertahankan kekuasaan dan ekonomi sambil mempertahankan keutuhan NKRI dengan
cara menghalalkan segala cara, termasuk membasmi orang Papua. Operasi militer
yang dilakukan oleh aparat keamanan yang mana mengorbankan rakyat sipil yang
tak bersalah dilegalkan oleh Negara dan para pelaku terlindung dari jeratan
hukum karena para aparat keamanan itu melakukan tugas Negara.
Kategori kedua adalah orang Papua dan simpatisan yang
benar-benar terpanggil dan dengan murni memperjuangkan keadilan dan menyuarakan
kebenaran. Kategori kedua adalah orang-orang yang dibenci dan bahkan dalam
kategori tertentu dipandang oleh Negara Indonesia sebagai musuh Negara. Orang-orang
Papua dan simpatisan yang tergolong dalam kategori kedua ini menjadi sasaran
operasi oleh kekuatan Negara, yakni BIN, BAIS, BAKIN, TNI dan POLRI, juga
menjadi musuh aparatus pemerintah Indonesia.
Orang-orang yang masuk dalam kategori pertama yang diback up oleh kekuatan Negara melakukan
pelbagai manufer kepentingan dengan pelbagai skenario hanya untuk
mempertahankan konflik di tanah Papua yang tujuannya adalah memperpanjang
penindasan dan memusnahkan orang Papua serta menguasai tanah dan merampas kekayaan
alam Papua dan juga gelombang migrant yang menduduki di tanah Papua dengan
pelbagai kepentingan, salah satunya merampas peluang hanya untuk memperkaya
diri dan keluarga.
OTSUS Papua menjadi jembatan yang ampuh untuk
memusnahkan orang Papua secara pelan dan pasti serta menguasai tanah sambil
merampas kekayaan alam Papua. Diera OTSUS masih diterapkan pelbagai manufer pemusnahan
secara nyata dan terselubung dilancarkan oleh Negara; seiring dengan itu para
migrant gelap pulang pergi lewat jalan laut dan udara. Tanah Papua kini
dipenuhi oleh masyarakat migrant dari luar Papua. Mereka terdorong oleh
pelbagai kepentingan, terutama kepentingan ekonomi. Karena itu pusat-pusat kota
dikuasai oleh masyarakat migrant hanya untuk mengusai pusat-pusat perekonomian.
Dana OTSUS yang dikucurkan triliun rupiah setiap tahun mengalir kembali kepada
masyarakat migrant dan Negara.
Sementara pemerintahan OTSUS Papua menjadi boneka dari
Jakarta. Walaupun pemerintah pusat memberikan kewenangan khusus bagi Papua
untuk mengurus rumah tangganya, namun pemerintah pusat mengibiri kewenangan
yang diberikannya dengan melakukan manufer politik dan tekanan serta
intervensi.
OTSUS Papua telah menciptakan kesempatan yang emas
untuk mencapai kenikmatan sesaat bagi mereka yang nafsu jabatan dan kekayaan
semata. Ironisnya kebanyakan aktifis Papua Merdeka yang berbicara lantang dalam
memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran telah terbuai dengan
kelicikan pemerintah Indonesia yang menawarkan pelbagai kesempatan yang
mengiurkan, yakni jabatan dan fasilitas mewah. Kebanyakan aktifis yang lompat
ke dalam sistem, lupa dengan penderitaan rakyat Papua.
Peluang yang diciptakan oleh Negara Indonesia dalam
paket politik OTSUS Papua adalah sebuah kesempatan untuk mengantar bangsa Papua
pada sebuah kehancuran tanah dan kepunahan etnis Papua. Kebanyakan orang Papua
yang ada dalam sistem pemerintahan dan juga kelompok abu-abu lain yang berada
di luar sistem telah terbuai dengan pelbagai tawaran murahan yang mengiurkan,
namun menghancurkan.
OTSUS Papua dapat disimbolkan sebagai naga tua Jakarta
yang ekornya dikendalikan dari Jakarta, sedangkan kepalanya berada di Tanah
Papua menghancurkan dan memusnahkan tanah dan orang Papua. Racunnya telah
menghancurkan sendi-sendi hidup orang Papua, dan bahkan mematikan orang Papua. Orang
Papua tertentu, khususnya orang Papua abu-abu yang ada di dalam dan di luar sistem
telah terbuai dengan kelicikan naga tua-OTSUS ini. Orang Papua tidak sadar
bahwa kepala naga ada di Tanah Papua, maka orang Papua dan kekayaan alam Papua
serta dana OTSUS diterkam dan dibuang ke Jakarta karena memang ekornya dikendalikan
dari Jakarta.
Naga adalah ular yang penuh dengan kelicikan, maka
naga OTSUS telah, sedang dan akan melakukan manufer kebohongan. Terbukti bahwa
ketika ada sorotan dari manca Negara, Jakarta mengatakan bahwa yang menggagalkan
OTSUS adalah orang Papua sendiri yang mana kepala pemerintahan dikepalai oleh
orang Papua; sementara pemda propinsi di tanah Papua menyangkal tuduhan Jakarta
dengan mengatakan bahwa Jakarta yang menggagalkan OTSUS Papua karena Jakarta
tidak sepenuhnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada orang Papua sesuai
amanah UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Pemeritahan OTSUS Papua dan membeberkan pelbagai alasan lain
hanya untuk menghindar dari pelbagai tuduhan Jakarta.
Saling lembar tanggung jawab dan tuding-menuding ini
terjadi karena memang OTSUS adalah naga tua yang penuh dengan kelicikan
(kebohongan). Dalam hal ini naga tua OTSUS ini juga menjadi bola liar. Jakarta
menendang bola OTSUS ke pemda propinsi di Tanah Papua; dan sebaliknya Pemda
juga menendang bola OTSUS ke Jakarta. Bola OTSUS juga sering kali menjadi
sebuah ajang persaingan antara kelompok kepentingan (abu-abu) baik itu kelompok
migrant dan juga orang Papua tertentu yang mengejar kepentingan kekuasaan dan
kekayaan atau memanfaatkan isu politik Papua merdeka hanya untuk kepentingan
ekonomi semata. Banyak aktifis Papua
terbuai dengan naga tua – OTSUS akhirnya lompat pagar masuk dalam sistem.
Bola liar OTSUS ini berubah juga menjadi bola panas
OTSUS. Bola panas OTSUS ini telah, sedang dan akan membumi-hanguskan
sendi-sendi hidup bangsa Papua, membumi-hanguskan tanah dan kekayaan alam
Papua; serta memusnahkan orang Papua secara pelan tapi pasti. Bola panas OTSUS
juga telah membangkitkan kemarahan antara pemda propinsi di Tanah Papua dan
Jakarta; juga di antara pemerintah dan masyarakat di Tanah Papua. Bola panas
OTSUS terus membara membakar rumah Papua dan isinya.
Kapan naga tua OTSUS akan mati? Kapan bola liar OTSUS
akan dihentikan? Kapan bola panas OTSUS akan diredahkan? Menurut pandangan
bangsa Papua OTSUS Papua sudah mati ketika masyarakat adat Papua pada tanggal
12 Agustus 2005 mengembalikan OTSUS Papua; ternyata OTSUS Papua yang sudah mati
itu dihidupkan kembali oleh orang Papua tertentu melalui perekrutan dan
pemilihan MRP periode pertama (2005 s/d 2010); juga dihidupkan kembali oleh
orang Papua tertentu yang ada dalam sismtem, khususnya legislatif (DPR) yang
ada di tanah Papua serta eksekutif di tanah Papua (Gubernur dan bupati); serta
kelompok-kelompok kepentingan lainnya, seperti LMA yang pembentukannya diback up oleh Negara Indonesia yang
tujuannya mengamankan kepentingan Negara dan melahirkan konflik horizontal.
Ada yang mengatakan OTSUS telah mati melalui musyawarah
bersama MRP dan orang asli Papua pada tanggal 9 dan 10 Juni 2010 yang melahirkan
11 rekomendasi yang di antar ke DPRP pada tanggal 18 Juni 2010; namun OTSUS
Papua itu masih dihidupkan kembali oleh orang Papua tertentu yang ada dalam sistem
dan juga kelompok kepentingan yang ada di luar sistem. OTSUS dihidupkan kembali
dengan pelbagai cara, antara lain: pemda propinsi dan DRP di Tanah Papua
mempertahankan OTSUS dan menerima dana OTSUS, selain itu kini ada upaya untuk perekrutan dan pemilihan
MRP periode ke dua. Ada orang Papua, khususnya MRP periode pertama pun
mencalonkan diri kalaupun 11 rekomendasi itu justru mereka yang memfasilitasi
dan mensyahkannya menjadi keputusan MRP. Ada pula aktifis Papua yang berbicara
berbusa-busa di depan massa aksi, atau lewat media massa memperjuangkan
keadilan dan kebenaran pun terbuai dengan naga tua OTSUS ini, akhirnya ada
aktifis Papua merdeka pun berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk meramaikan
bursa pemilihan MRP dan mereka pun bermimpi bahwa akan perjuangkan hak-hak
dasar orang asli Papua.
MRP adalah anak naga tua (OTSUS). Anak naga OTSUS
(MRP) ini gigi taringnya telah dicopot oleh pemerintah, maka ia tak dapat mencengkram,
menggigit dan menangkap sesuatu. Buktinya 22 perdasus yang dirancangnya telah
ditolak oleh pemegang ekor naga induk di Jakarta. Jika MRP yang adalah anak
naga dari naga tua OTSUS itu tak memiliki gigi taring, mengapa orang-orang
Papua tertentu ini berlomba-lomba dalam bursa perekrutan dan pemilihan MRP periode
ke dua? Hendak melakukan apa jika terpilih menjadi anggota MRP? Apakah hendak menjadi
anak naga yang tidak produktif karena gigi taringnya telah dicopot? Apa yang
hendak disumbangkan bagi orang asli Papua? Apakah hendak mengejar duit yang
dimuntahkan oleh naga tua-OTSUS? Bukankah duit yang dimuntahkannya akan ditelannya
kembali ke Jakarta melalui masyarakat migrant dan para pejabat serta
konglomerat kelas kakap? Berhentilah bermimpi menjadi MRP.
Dari uraian di atas sampailah kita pada satu pernyataan
kunci: “orang Papua tertentu telah tertipu oleh naga tua Jakarta alias OTSUS
dan anak naga alias MRP”. Apakah orang Papua tertentu itu masih tetap ditipu
dan terbuai oleh naga tua OTSUS dan anak naga MRP? Ataukah hendak sadar dan
mengambil sikap serta merapatkan barisan bersama rakyat dan komponen bangsa
Papua yang menolak paket politik OTSUS Papua dan anaknya MRP, dan selanjutnya
bersama memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran?
Kami selaku aktifis Papua yang tidak tertipu dan tidak
terbuai oleh naga tua OTSUS dan anak naga MRP menyatakan dan menyerukan bahwa:
1.
Adalah saatnya bagi
orang Papua tertentu yang ada dalam sistem dan di luar sistem yang telah &
sedang tertipu oleh naga tua–OTSUS & anak naga – MRP untuk segera sadar,
bersatu dan bergabung dalam barisan pejuang Papua untuk melakukan perlawanan
terhadap pelbagai penindasan dalam segala dimensi kehidupan orang Papua yang
dilancarkan oleh Negara Indonesia & koroni-koroninya.
2.
Bagi orang Papua
yang melacurkan diri oleh kelicikan naga tua OTSUS dan anak naga MRP segera
mengawal 11 rekomendasi yang diantar orang asli Papua dan MRP pada tanggal 18
Juni 2010 ke DPRP.
3.
Bagi orang Papua
yang terbuai dengan kebohongan naga OTSUS yg kini berusaha menggantikan anak
naga yg kedua, yakni MRP periode 2011-2016 segera berhenti dari perekrutan dan
pemilihan MRP.
4.
Diserukan kepada
rakyat Papua yang telah dan sedang tertipu maupun tidak tertipu oleh naga tua
OTSUS dan anak naga MRP segera rapatkan barisan untuk melakukan demonstrasi
yang akan dikoordinir oleh pimpinan Gereja di Tanah Papua.
5.
Segera hentikan
manufer kepentingan ekonomi dan politik semata oleh Negara dan oleh
kelompok-kelompok kepentingan yang diback
up oleh kekuatan Negara Indonesia dan sekutunya.
6.
Berikan ruang
demokrasi (kebebasan berpendapat) bagi rakyat bangsa Papua.
7.
Stop politik adu
domba antara orang Papua, alias stop “devide et impera” yang diterapkan Negara
Indonesia di tanah Papua.
8.
Pemerintah segera
membubarkan LMA yang dibentuk dengan tujuan mengamankan kebijakan pemerintah
dan yang pada akhirnya menciptakan konflik horizontal di antara orang asli
Papua.
9.
Pemerintah segera
hentikan perekrutan dan pemilihan MRP yang dilakukan melalui kesbang pol di
Tanah Papua serta bubarkan MRP boneka Jakarta.
10. OTSUS sudah dikembalikan oleh pemegang kedaulatan yang
ada di Tanah Papua, maka bubarkan pemerintahan OTSUS Papua yang menjadi lambang
pemerintahan naga tua, alias lambang kejahatan kemanusiaan orang Papua dan
mengkhianati perjuangan hak kedaulatan bagi bangsa Papua.
11. Stop taktik membumi-hanguskan tanah dan kekayaan serta
pemusnahan etnis Papua melalui pelbagai manufer yang terselubung dan nyata oleh
Negara melalui jalur-jalur yang dibangunnya.
12. Bangsa Papua menanti Negara Indonesia BERDIALOG yang
difasilitasi oleh pihak ketiga (negara) yang netral untuk membicarakan pelbagai
kompleksitas permasalahan di tanah Papua agar mendapatkan solusi terbaik bagi
penyelesaian sengketa atas Papua Barat.
Demikian siaran pers ini dibuat dengan
sesungguh-sungguhnya; harapan kami dapat diperhatikan dan dilaksanakan oleh
pihak-pihak terkait hanya demi menyelamatkan manusia dan tanah Papua dari bahaya pemusnahan etnis dan
penghancuran.
“Keselamatan bagi jiwa-jiwa yang terbelenggu tirani
penindasan adalah hukum tertinggi”
Port Numbay:
Senin, 17 Januari 2011
“Persatuan
Tanpa Batas, Perjuangan Sampai Menang”
SELPIUS
BOBII
(Ketua Umum)
Catatan: Tolong Foto Copy materi siaran pers ini dan
dibagikan kepada sesama Anda. Elohim-YHWH akan memberikan berkat yang setimpal
dengan amal baik Anda. Teriring salam dan hormat.