OTSUS PAPUA
Hapus Stigma Separatis
dan Bangun Dialog Bersama
Kamis, 20 Januari 2011
JAKARTA
(Suara Karya): Paradigma kecurigaan sebagai separatis terhadap rakyat
Papua, sudah saatnya harus diubah. Jika tidak ada keinginan untuk
membenahinya, maka akan sulit membangun dialog dengan masyarakat dan
komponen lain di Papua, padahal ini penting bagi pembangunan Bumi
Cenderawasih di masa mendatang.
"Opini yang seharusnya adalah, rakyat Papua harus ditempatkan sebagai
bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kecuali mereka, secara hukum
bisa dibuktikan sebagai anggota gerakan separatis," kata Ketua Pansus
Papua DPD Paulus Y Sumino, kepada Suara Karya, di Jakarta, kemarin.
Karena itu, tutur dia, perlu dilakukan dialog antara pemerintah pusat
dan rakyat Papua. "Namun, yang menjadi masalah, siapa yang harus
mewakili rakyat Papua, apakah pemda provinsi, pemda kabupaten, Majelis
Rakyat Papua (MRP), ini yang perlu dicari pemecahan yang tepat,"
ujarnya.
Selain itu, ucap dia, juga harus ada penekanan sebelum dialog
dilakukan, semua pihak yang terlibat dalam dialog harus setuju bahwa
mereka tidak akan membahas masalah referendum dan kemerdekaan Papua.
Tetapi pembahasan adalah mencari pemecahan atas upaya mensejahterakan
rakyat Papua.
Kondisi semacam itu yang kini sedang didalami Pansus Papua DPD RI.
"Kami harus mendengar semua masukan dari komponen bangsa yang ada,"
katanya.
Problem Hukum
Terkait dugaan banyaknya penyalahgunaan keuangan daerah di Papua yang
dilakukan pejabat setempat, baik itu penyalahgunaan dana yang bersumber
dari APBD, dana otsus dan dana-dana bantuan lain, diperlukan pendekatan
lebih kepada masyarakat dan pejabat daerah.
Menurut Paulus Sumino, jika dana dari APBD atau dana otsus tidak sesuai
peruntukan secara administratif, tetapi tetap digunakan untuk
kesejahteraan rakyat, khusus bagi Papua seharusnya tidak dianggap sebuah
korupsi.
"Kami sudah meminta kepada Kapolda Papua, Kejati Papua dan juga KPK,
agar bisa lebih arif menyikapi kasus di Papua ini. Karena saat ini,
hukum belum bisa diterapkan secara hitam putih di Papua," katanya.
Menurut dia, di sinilah peran aparat penegak hukum untuk mengawasi dan
membina bidang hukum pejabat kabupaten/kota di Papua. (Joko S)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=270859