Sebagai catatan bagi KPU atas realita penyelewengan proses pesta demokrasi daerah
lain
Oleh :
Laurensius Tebai
Dalam tulisan ini, penulis
mengawali dengan beberapa pertanyaan,
melihat realita perhelatan perpolitikan
di Indonesia, bahwa selalu
terjadi penyelewengan proses demokrasi
dan berakhir di meja Mahkamah Konstitusi di Jakarta, berkaitan dengan proses
pesta demokrasi pemilihan Kepala Daerah
Bupati/Walikota dan Gubernur, yang dinilai dilakukan dengan tidak adil,
penipuan, maney politik, pengelembungan, manipulasi, rekayasa dan kekerasan.
Yang menjadi pertanyaan adalah : Bagaimana partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan pilkada Bupati/Walikota dan Gubernur melalui proses demokrasi tanpa
mengikuti pengaruh penipuan, maney politic dan kekerasan tetapi dengan hati
nurani menentukan pilihannya ? Apa dasar pelaksanaan sehingga KPU sebagai
lembaga penyelenggara yang disebut juga lembaga independen ini, dapat
menyelenggarakan proses pesta demokrasi secara netral dan adil ? Bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah dalam membantu proses kegiatan pesta demokrasi secara netral ? Bagaimana peran Partai Politik pengusung dan
Tim Sukses kandidat Calbup/Walikota dan Gubernur dalam rangka memainkan peranan
agar tidak menimbulkan konflik horizontal ? Bagaimana peran Panwaslu
Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk memantau proses pemilukada secara benar,
tegas dan bertanggungjawab untuk mengungkap temuan kasus penyelewengan proses
pemilukada ?
Kita telah ketahui bersama bahwa,
ketika rezim Soeharto berkuasa seantero persada nusantara dari Sabang sampai
Merauke, tidak ada titik terang tentang demokrasi bagi rakyat kecil dan sangat
sulit merasakan demokrasi. Hal ini, adanya sistem keotoriter Soeharto sangat
kental sampai radikal, maka segala proses demokrasi dari semua dimensi
kehidupan rakyat kecil tidak terbuka. Hanya yang dirasakan rakyat kecil adalah
tekanan, ketakutan dan maut. Pada hal, Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut sistem demokrasi yang segala kekuasaan
kedaulatan ada ditangan rakyat. Saat itu, segala proses pemilihan Bupati/Walikota, Gubernur
dan Presiden dipilih oleh wakil rakyat yang duduk di kursi DPR.
Arus reformasi yang dibangun
kalangan kampus menjadi pahlawan penyelamat bagi rakyat kecil, dengan adanya
aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa/I ini, mematikan kran keotoriter
tersebut, maka sejak tahun 1997/1998 segala celah demokrasi terbuka seluas –
luasnya bagi rakyat kecil, terutama dalam pengusungan dan pemilihan
Bupati/Walikota. Gubernur dan Presiden. Dimana, calon Bupati/Walikota, Gubernur
dan Presiden diusung oleh rakyat melalui partai politik dan dipilih langsung
oleh rakyat, tidak seperti sebelumnya menjadi, Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden
semua dari Pensiunan ABRI, ABRI, PNS dan Pensiunan PNS saja.melalui fraksi
ABRI, Fraksi ABRI ini mempengaruhi fraksi lain [ sebelum reformasi hanya tiga
parpol yaitu : GOLKAR, PDI dan PPP ]. Heran lagi bila kita lihat ABRI bukan
sebuah Parpol, namun ada fraksi ABRI di kursi dewan. diakui bahwa saat itu persoalan pemilukada tidak sampai di meja
Mahkamah Konstitusi di Jakarta tidak seperti sekarang.
Di alam era reformasi dan
globalisasi ini, rakyat diminta lebih berfikir dengan baik, arif dan bijaksana
untuk tidak terpengaruh dengan janjian belaka, pemberian uang dan harta atas
kepentingan pribadi yang nantinya rakyat sendiri akan menjadi korban politik dan korban pembangunan. Karena dengan
cara menarik simpati diberikan uang/barang yang dilakukan oleh kandidat calon
Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden selama ini bukan sifatnya membina, mengarahkan, mengatur masyarakat
kecil melalui organisasi/kelompok kerja tani
yang benar untuk meningkatkan kegiatan tetapi dengan cara melalui orang
per orang yang mengatasnamakan kelompok/organisasi masyarakat yang tidak
jelas membuat masyarakat sendiri menjadi
pemalas kerja, penonton, pencuri, pemabuk dan peminta-minta orang lain. Oleh
karena itu, dengan jelih rakyat melihat-memilih pemimpin di Tanah Papua yang
takut akan Tuhan, merakyat, tegas menegakan disiplin kerja bagi PNS, tidak
koruptor, memperhatikan upah kinerja, ULP, dan Insentif secara efisien dan
efektif bagi PNS [ untuk mengurangi korupsi dan peningkatan disiplin kerja ],
memperhatikan organisasi kemasyarakatan [ LSM, Agama, Parpol, kepemudaan,
Kesenian dll ], pembinaan kelompok kerja Tani,
memperhatikan ekonomi kerakyatan bagi Orang Asli Papua dan membangun
tanpa membeda-bedakan tidak dari sudut pandang
keluarga, fam, kampung dan daerah/wilayah.
Dalam pesta demokrasi di
Indonesia yang menjadi acuan dasar pelaksanaan pilkada Bupati/Walikota dan
Gubernur adalah UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan,
pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Selain dasar pijakan tersebut, ada pula Azas Penyelenggaraan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
yaitu Peraturan KPU No. 11 pasal 3 diantaranya menyebutkan : mandiri, jujur,
adil, kepastian hukum, tertib penyelenggaraan, kepentingan umum, keterbukaan,
profesional, akuntabel, efisien dan
efektifitas yang artinya tepat dan mempunyai hasil yang memuaskan bagi stackeholder / semua lapisan masyarakat. Kandidat calon Bupati/Walikota dan Gubernur
yang bertarung harus membuat kepakatan politik untuk siap menang dan
kalah.dihadapan Akte notaris disaksikan oleh KPU, Panwaslu, partai penusung,
tim sukses, dan pihak keamanan.
Acuan pelaksanaan ini, ada ketika
adanya tuntutan dari rakyat kecil, sekarang bagaimana implementasi dalam rangka
mewujudkan pemilukada Bupati/Walikota dan Gubernur yang demokratis hanya ada pada rakyat itu
sendiri dengan, kesadaran menentukan
pilihannya sesuai hati nurani. serta Partai Politik Pengusung dan Tim Sukses
kandidat calbup/Walikota dan Gubernur mengikuti segala tahapan yang
ditetapkan oleh KPU dengan baik, yaitu
dari tahap persiapan, pelaksanaan dan
penyelesaian.
Dari beberapa tahapan yang ada ini, Pemerintah
Daerah sangat berperan aktif untuk mendorong
proses dengan bantuan dana kepada
KPU. Dana yang dibantu Pemerintah Daerah musti digunakan secara efisien, jujur,
benar, baik dan digunakan atas komando Ketua KPU. KPU harus focus untuk
melaksanakan kegiatan sosialisasi tentang kegiatan proses kerja sama dengan
Instansi pemerintah seperti
Kesbangpollinmas. Selain itu, Pemerintah Daerah menyiapkan data penduduk
melalui instansi terkait [ dinas kependudukan] dan nantinya PEMDA serahkan data pemilih ke KPU berupa Daftar Pemilih
Sementara [ DPS ], Daftar Pemilih Sementara tersebut setelah direkap KPU, KPU
dikembalikan ke Kepala Kelurahan/Kampung untuk di tempel masing-masing Kantor
Kelurahan/Kampung agar warganya dapat melihat apa sudah terdaftar atau belum,
ada nama orang yang sudah pindah, meninggal dan dobel. Kemudian Kepala
Kelurahan/Kampung mengirim daftar pemilih sementara yang diperbaiki kirim ke
KPU untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap [ DPT ]. Daftar Pemilih Tetap yang ditetapkan tersebut didistribusi lagi ke pemerintah Distrik,
Kelurahan/Kampung, PPD, PPS sebagai pegangan kerja. Berdasarkan Daftar Pemilih
Tetap ini KPU proses kartu pemilih dan kertas suara seterusnya sebelum satu hari pemilihan didistribusi lagi
ke warga yang terdaftar sebagai pemilih agar pada hari “
H ” setiap pemilih datang dengan pasti
untuk menentukan hak pilihnya dengan
lancar dan aman.
Pada tahapan persiapan adalah
tahap yang sangat penting untuk KPU melakukan sosialisasi secara terbuka kepada
masyarakat tentang : apa dasar pelaksanaan, menyampaikan daftar directori
parpol peserta pemilu legislative 2008 peroleh berapa suara, kursi, persen dan
siapa pengurus partai dari masing – masing parpol agar pada saat pengusungan
kandidat Calbup/Walikota dan Gubernur tidak terjadi persoalan [ persoalan SK
pengurus dan Rekomendasi calon kandidat ]. Selain itu, menyampaikan jadwal
kegiatan yang akan dilalui, simulasi dan cara tusuk / contreng atau…?. Sasaran
kegiatan sosialisas dan simulasi dilakukan di tingkat Distrik dan
Kelurahan/Kampung agar tidak terjadi seperti persoalan pemilukada di Kota
Jayapura, Kabupaten Waropen dll. Persoalan pemilukada di Kabupaten Waropen hanya karena pemberian suara sistem
noken dianggap salah harus pada kotak
suara dari KPU. Hal seperti ini terjadi karena tidak ada sosialisasi dan
simulasi, Semestinya harus dilakukan pemilihan ulang karena kesalahan ada pada
KPPS, PPS, PPD dan KPU sebagai penyelenggara tidak memahami tupoksi dan tidak memberikan pemahaman politik yang
baik dan benar secara terbuka kepada masyarakat tetapi pihak penyelenggara
dianggap tidak bersalah dan dibenarkan dihadapan hukum. Dalam situasi seperti
ini peranan Panwaslu diuji, apa dapat bertanggungjawab secara benar sesui
hasil temuan atau tidak. Oleh karena itu Panwaslu Kabupaten/Kota dan
Provinsi mengawasi segala jalannya proses dari awal untuk mewanti/teguran
kepada KPU, Pemerintah Daerah, Parpol dan Tim sukses agar persoalan tidak
sampai di Mahkama Konstitusi di Jakarta.
Kita musti tidak samakan kondisi
geografis, topografis dan demografis pulau Jawa dengan Tanah Papua. Bahwa di
Tanah Papua ada daerah yang sulit dijangkau, ada daerah yang jangkau berhari
sampai satu atau dua minggu perjalanan dengan jalan kaki, sehingga alat dan
bahan kelengkapan KPU seperti logistic
pun sulit sampai di daerah-daerah tersebut, akibat dari pemerintah tidak
membangun daerah tersebut. Pemberian suara sistem noken ini bukan terjadi di
Waropen saja tetapi daerah lain di Papua namun diakui melihat kondisi daerah,
masyarakat dan dilakukan ini atas kesepakatan secara terbuka. Ini sebagai
contoh kasus yang terjadi, agar KPU di Kabupaten/Kota dan Provinsi lain untuk
memahami tupoksi dalam rangka memberikan pendidikan politik yang baik, benar
dan terbuka kepada public serta KPU merangkul anggota PPD, PPS dan KPPS sesuai
aturan, mekanisme, orang yang menguasai masyarakat dan daerah untuk dapat bekerja dengan baik, jujur dan
netral. Semoga Indonesia tipu Papua [ intipa ] dan Papua tipu Papua [ patipa ]
yang terjadi di Kabupaten/Kota dan
Provinsi yang lain, tidak terulang lagi di Kabupaten/Kota dan Provinsi di Tanah
Papua. Sebagai akhir kata saya kutib
kata dari Aristoteles, bahwa ” kita tidak perlu musuh satu sama lain diluar
aturan dengan idola seorang calon
pemimpin, karena pemimpin akan milik semua orang, pemimpin itu dengan sendiri
akan nampak secara alamiah melalui proses perilaku, tindakan, moral, kesopanan
dan norma yang dianut sebelumnya atas kehendak Allah.”
Penulis
adalah : Tokoh Pemuda, Pemerhati Sosial dan Birokrasi Tinggal di Dogiyai.
FREE WEST PAPUA