Minggu, 09 Januari 2011

MEMBANGUN DEMOKRASI TANPA PENIPUAN DAN KEKERASAN DI TANAH PAPUA

                                                                                                                                                                                         Sebagai catatan bagi KPU atas realita penyelewengan proses pesta demokrasi  daerah  lain                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

Oleh : Laurensius   Tebai

Dalam tulisan ini, penulis mengawali dengan  beberapa  pertanyaan,  melihat realita perhelatan perpolitikan  di Indonesia,  bahwa selalu terjadi penyelewengan proses  demokrasi dan berakhir di meja Mahkamah Konstitusi di Jakarta, berkaitan dengan proses pesta demokrasi pemilihan Kepala Daerah  Bupati/Walikota dan Gubernur, yang dinilai dilakukan dengan tidak adil, penipuan, maney politik, pengelembungan, manipulasi, rekayasa dan kekerasan. Yang menjadi pertanyaan adalah : Bagaimana partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pilkada Bupati/Walikota dan Gubernur melalui proses demokrasi tanpa mengikuti pengaruh penipuan, maney politic dan kekerasan tetapi dengan hati nurani menentukan pilihannya ? Apa dasar pelaksanaan sehingga KPU sebagai lembaga penyelenggara yang disebut juga lembaga independen ini, dapat menyelenggarakan proses pesta demokrasi secara netral dan adil ?  Bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah dalam  membantu proses kegiatan pesta demokrasi  secara netral ?  Bagaimana peran Partai Politik pengusung dan Tim Sukses kandidat Calbup/Walikota dan Gubernur dalam rangka memainkan peranan agar tidak menimbulkan konflik horizontal ? Bagaimana peran Panwaslu Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk memantau proses pemilukada secara benar, tegas dan bertanggungjawab untuk mengungkap temuan kasus penyelewengan proses pemilukada ?

Kita telah ketahui bersama bahwa, ketika rezim Soeharto berkuasa seantero persada nusantara dari Sabang sampai Merauke, tidak ada titik terang tentang demokrasi bagi rakyat kecil dan sangat sulit merasakan demokrasi. Hal ini, adanya sistem keotoriter Soeharto sangat kental sampai radikal, maka segala proses demokrasi dari semua dimensi kehidupan rakyat kecil tidak terbuka. Hanya yang dirasakan rakyat kecil adalah tekanan, ketakutan dan maut. Pada hal, Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem demokrasi yang segala kekuasaan  kedaulatan ada ditangan rakyat. Saat itu, segala  proses pemilihan Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden dipilih oleh wakil rakyat yang duduk di kursi DPR.                                                                                                                                                                      

Arus reformasi yang dibangun kalangan kampus menjadi pahlawan penyelamat bagi rakyat kecil, dengan adanya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa/I ini, mematikan kran keotoriter tersebut, maka sejak tahun 1997/1998 segala celah demokrasi terbuka seluas – luasnya bagi rakyat kecil, terutama dalam pengusungan dan pemilihan Bupati/Walikota. Gubernur dan Presiden. Dimana, calon Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden diusung oleh rakyat melalui partai politik dan dipilih langsung oleh rakyat, tidak seperti sebelumnya menjadi, Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden semua dari Pensiunan ABRI, ABRI, PNS dan Pensiunan PNS saja.melalui fraksi ABRI, Fraksi ABRI ini mempengaruhi fraksi lain [ sebelum reformasi hanya tiga parpol yaitu : GOLKAR, PDI dan PPP ]. Heran lagi bila kita lihat ABRI bukan sebuah Parpol, namun ada fraksi ABRI di kursi dewan. diakui bahwa saat itu  persoalan pemilukada tidak sampai di meja Mahkamah Konstitusi di Jakarta tidak seperti sekarang.                                                                                                                                                            

Di alam era reformasi dan globalisasi ini, rakyat diminta lebih berfikir dengan baik, arif dan bijaksana untuk tidak terpengaruh dengan janjian belaka, pemberian uang dan harta atas kepentingan pribadi yang nantinya rakyat sendiri akan menjadi korban  politik dan korban pembangunan. Karena dengan cara menarik simpati diberikan uang/barang yang dilakukan oleh kandidat calon Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden selama ini bukan sifatnya  membina, mengarahkan, mengatur masyarakat kecil melalui organisasi/kelompok kerja tani  yang benar untuk meningkatkan kegiatan tetapi dengan cara melalui orang per orang yang mengatasnamakan kelompok/organisasi masyarakat yang tidak jelas  membuat masyarakat sendiri menjadi pemalas kerja, penonton, pencuri, pemabuk dan peminta-minta orang lain. Oleh karena itu, dengan jelih rakyat melihat-memilih pemimpin di Tanah Papua yang takut akan Tuhan, merakyat, tegas menegakan disiplin kerja bagi PNS, tidak koruptor, memperhatikan upah kinerja, ULP, dan Insentif secara efisien dan efektif bagi PNS [ untuk mengurangi korupsi dan peningkatan disiplin kerja ], memperhatikan organisasi kemasyarakatan [ LSM, Agama, Parpol, kepemudaan, Kesenian dll ], pembinaan kelompok kerja Tani,  memperhatikan ekonomi kerakyatan bagi Orang Asli Papua dan membangun tanpa membeda-bedakan tidak dari sudut pandang  keluarga, fam, kampung dan daerah/wilayah.                                                                                                                                                          

Dalam pesta demokrasi di Indonesia yang menjadi acuan dasar pelaksanaan pilkada Bupati/Walikota dan Gubernur  adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian  Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.  Selain dasar pijakan tersebut, ada pula Azas Penyelenggaraan  pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yaitu Peraturan KPU No. 11 pasal 3 diantaranya menyebutkan : mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggaraan, kepentingan umum, keterbukaan, profesional, akuntabel, efisien  dan efektifitas yang artinya tepat dan mempunyai hasil yang memuaskan bagi  stackeholder / semua lapisan masyarakat.  Kandidat calon Bupati/Walikota dan Gubernur yang bertarung harus membuat kepakatan politik untuk siap menang dan kalah.dihadapan Akte notaris disaksikan oleh KPU, Panwaslu, partai penusung, tim sukses, dan pihak keamanan.                                                                                                                                                                                          

Acuan pelaksanaan ini, ada ketika adanya tuntutan dari rakyat kecil, sekarang bagaimana implementasi dalam rangka mewujudkan pemilukada Bupati/Walikota dan Gubernur  yang demokratis hanya ada pada rakyat itu sendiri dengan, kesadaran  menentukan pilihannya sesuai hati nurani. serta Partai Politik Pengusung dan Tim Sukses kandidat calbup/Walikota dan Gubernur mengikuti segala tahapan yang ditetapkan  oleh KPU dengan baik, yaitu dari tahap persiapan, pelaksanaan dan  penyelesaian.                                                                                               

 Dari beberapa tahapan yang ada ini, Pemerintah Daerah sangat berperan aktif untuk mendorong  proses dengan bantuan  dana kepada KPU. Dana yang dibantu Pemerintah Daerah musti digunakan secara efisien, jujur, benar, baik dan digunakan atas komando Ketua KPU. KPU harus focus untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi tentang kegiatan proses kerja sama dengan Instansi pemerintah  seperti Kesbangpollinmas. Selain itu, Pemerintah Daerah menyiapkan data penduduk melalui instansi terkait [ dinas kependudukan] dan nantinya PEMDA serahkan  data pemilih ke KPU berupa Daftar Pemilih Sementara [ DPS ], Daftar Pemilih Sementara tersebut setelah direkap KPU, KPU dikembalikan ke Kepala Kelurahan/Kampung untuk di tempel masing-masing Kantor Kelurahan/Kampung agar warganya dapat melihat apa sudah terdaftar atau belum, ada nama orang yang sudah pindah, meninggal dan dobel. Kemudian Kepala Kelurahan/Kampung mengirim daftar pemilih sementara yang diperbaiki kirim ke KPU untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap [ DPT ]. Daftar Pemilih Tetap  yang ditetapkan tersebut  didistribusi lagi ke pemerintah Distrik, Kelurahan/Kampung, PPD, PPS sebagai pegangan kerja. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap ini KPU proses kartu pemilih dan kertas suara seterusnya  sebelum satu hari pemilihan didistribusi lagi ke warga yang terdaftar sebagai pemilih agar pada  hari  “ H ” setiap pemilih  datang dengan pasti untuk menentukan hak pilihnya  dengan lancar dan aman.                                                                                                                                                     

Pada tahapan persiapan adalah tahap yang sangat penting untuk KPU melakukan sosialisasi secara terbuka kepada masyarakat tentang : apa dasar pelaksanaan, menyampaikan daftar directori parpol peserta pemilu legislative 2008 peroleh berapa suara, kursi, persen dan siapa pengurus partai dari masing – masing parpol agar pada saat pengusungan kandidat Calbup/Walikota dan Gubernur tidak terjadi persoalan [ persoalan SK pengurus dan Rekomendasi calon kandidat ]. Selain itu, menyampaikan jadwal kegiatan yang akan dilalui, simulasi dan cara tusuk / contreng atau…?. Sasaran kegiatan  sosialisas dan simulasi  dilakukan di tingkat Distrik dan Kelurahan/Kampung agar tidak terjadi seperti persoalan pemilukada di Kota Jayapura, Kabupaten Waropen dll. Persoalan pemilukada di Kabupaten Waropen  hanya karena pemberian suara sistem noken  dianggap salah harus pada kotak suara dari KPU. Hal seperti ini terjadi karena tidak ada sosialisasi dan simulasi, Semestinya harus dilakukan pemilihan ulang karena kesalahan ada pada KPPS, PPS, PPD dan KPU sebagai penyelenggara tidak memahami tupoksi  dan tidak memberikan pemahaman politik yang baik dan benar secara terbuka kepada masyarakat tetapi pihak penyelenggara dianggap tidak bersalah dan dibenarkan dihadapan hukum. Dalam situasi seperti ini peranan Panwaslu diuji, apa dapat bertanggungjawab secara benar  sesui  hasil temuan atau tidak. Oleh karena itu Panwaslu Kabupaten/Kota dan Provinsi mengawasi segala jalannya proses dari awal untuk mewanti/teguran kepada KPU, Pemerintah Daerah, Parpol dan Tim sukses agar persoalan tidak sampai di Mahkama Konstitusi di Jakarta.  

Kita musti tidak samakan kondisi geografis, topografis dan demografis pulau Jawa dengan Tanah Papua. Bahwa di Tanah Papua ada daerah yang sulit dijangkau, ada daerah yang jangkau berhari sampai satu atau dua minggu perjalanan dengan jalan kaki, sehingga alat dan bahan kelengkapan  KPU seperti logistic pun sulit sampai di daerah-daerah tersebut, akibat dari pemerintah tidak membangun daerah tersebut. Pemberian suara sistem noken ini bukan terjadi di Waropen saja tetapi daerah lain di Papua namun diakui melihat kondisi daerah, masyarakat dan dilakukan ini atas kesepakatan secara terbuka. Ini sebagai contoh kasus yang terjadi, agar KPU di Kabupaten/Kota dan Provinsi lain untuk memahami tupoksi dalam rangka memberikan pendidikan politik yang baik, benar dan terbuka kepada public serta KPU merangkul anggota PPD, PPS dan KPPS sesuai aturan, mekanisme, orang yang menguasai masyarakat dan daerah  untuk dapat bekerja dengan baik, jujur dan netral. Semoga Indonesia tipu Papua [ intipa ] dan Papua tipu Papua [ patipa ] yang terjadi  di Kabupaten/Kota dan Provinsi yang lain, tidak terulang lagi di Kabupaten/Kota dan Provinsi di Tanah Papua. Sebagai akhir kata  saya kutib kata dari Aristoteles, bahwa ” kita tidak perlu musuh satu sama lain diluar aturan  dengan idola seorang calon pemimpin, karena pemimpin akan milik semua orang, pemimpin itu dengan sendiri akan nampak secara alamiah melalui proses perilaku, tindakan, moral, kesopanan dan norma yang dianut  sebelumnya atas kehendak  Allah.”                                                                                                                                                                                                                  Penulis adalah :  Tokoh Pemuda, Pemerhati  Sosial dan Birokrasi  Tinggal di Dogiyai.


FREE WEST PAPUA